Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, dia berkata: Abu Bakar radhiyallahu’anhu berkata kepada Umar beberapa waktu setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Marilah kita bersama-sama pergi ke rumah Ummu Aiman untuk mengunjunginya sebagaimana dahulu kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering berkunjung kepadanya.” Tatkala kami sampai bertemu dengannya, dia pun menangis. Mereka berdua -Abu Bakar dan Umar- bertanya kepadanya, “Apa yang engkau tangisi? Apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik bagi Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka dia menjawab, “Saya menangis bukan karena mengetahui bahwa apa yang di sisi Allah itu lebih baik bagi Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi saya menangis karena wahyu telah terputus turun dari langit.” Maka ucapannya itu membangkitkan perasaan mereka berdua -Abu Bakar dan Umar- untuk melelehkan air mata. Akhirnya mereka berdua pun menangis bersamanya (HR. Muslim, lihat Syarh Muslim [8/76-77])
Hadits yang agung ini mengandung mutiara hikmah, di antaranya:
-
Keutamaan berkunjung kepada orang-orang yang salih (lihat Syarh Muslim [8/76]). Hal itu dikarenakan dengan mengunjungi mereka seorang muslim akan mendapatkan gambaran mengenai keluhuran budinya sehingga akan memacu dirinya untuk meniru kebaikan mereka. Allahu a’lam.
-
Anjuran bagi orang yang salih untuk mengunjungi orang lain yang kedudukannya berada di bawah dirinya, dan hendaknya seorang ikut mengunjungi orang lain yang dahulu biasa dikunjungi oleh teman dekatnya (lihat Syarh Muslim [8/76])
-
Bolehnya sekelompok lelaki -salih- berkunjung menemui seorang perempuan salihah dan mendengar ucapannya (lihat Syarh Muslim [8/76]). Tentu saja dengan tetap menjaga adab-adab berkomunikasi antara lain jenis.
-
Hendaknya seorang alim yang senior juga mengajak temannya untuk keperluan mengunjungi orang lain ataupun menjenguk orang yang sedang sakit atau keperluan lain yang semisal (lihat Syarh Muslim [8/77])
-
Bolehnya menangis ketika bersedih karena berpisah dengan orang-orang salih dan orang-orang yang selama ini menjadi teman dekatnya, meskipun sebenarnya mereka telah berpindah kepada suatu kondisi yang lebih baik daripada kondisi dan tempat sebelumnya di mana mereka berada (lihat Syarh Muslim [8/77])
-
Hadits ini menunjukkan keutamaan yang ada pada diri Ummu Aiman radhiyallahu’anha, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya sering berkunjung ke rumahnya. Di sebutkan dalam sebuah riwayat, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ummu Aiman adalah ibu setelah ibu kandungku (ibuku yang kedua).” (lihat Syarh Muslim [8/76])
-
Kesedihan para sahabat karena terputusnya wahyu dari langit. Hal ini menunjukkan betapa besar pengagungan para sahabat terhadap Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan betapa mulia kedudukan beliau di sisi mereka. Dan sikap itu juga mencerminkan kebahagiaan hidup yang selama ini mereka rasakan bersama dengan bimbingan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itu, mereka merasa bahwa kepergian beliau merupakan musibah yang sangat besar bagi umat ini. Meskipun demikian, mereka tetap bersabar dan menerima takdir ini dengan dada yang lapang, bahkan mereka meyakini bahwa apa yang dijanjikan Allah di sisi-Nya itu lebih baik bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam daripada apa yang beliau dapatkan di dunia.
-
Kedalaman ilmu para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Mereka mengetahui bahwa kenikmatan yang dijanjikan Allah di sisi-Nya itu lebih baik bagi Nabi daripada dunia dan seisinya.
-
Tidak ada lagi wahyu yang turun semenjak wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ini merupakan bantahan bagi orang-orang yang mengaku Nabi sesudah beliau.